Paling lambat tanggal 1 Januari 2014 PBB-P2 akan
dikelola oleh kabupaten/kota dan dalam hal sebelum tahun
2014 terdapat kabupaten/kota sudah siap untuk mengelola PBB-P2, yang
dibuktikan dengan telah disahkannya Perda, maka kabupaten/kota dimaksud
dapat mengelola PBB-P2 mulai tahun tersebut.
Tujuan di balik pengalihan PBB-P2 menjadi
Pajak daerah sesuai UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
adalah untuk meningkatkan local taxing power pada kabupaten/kota,
seperti:
-       Memperluas objek
     pajak daerah dan retribusi daerah
 -       Menambah jenis
     pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk pengalihan PBB Perdesaan
     dan Perkotaan dan BPHTB menjadi Pajak Daerah)
 -       Memberikan
     diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah
 -       Menyerahkan fungsi
     pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah
 
Terkait PBB-P2, pemerintah
pusat akan mengalihkan semua kewenangan terkait pengelolaan PBB-P2 kepada
kabupaten/kota. Kewenangan tersebut antara lain: proses
pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan,
dan pelayanan. Dengan subjek pajak yang sama yaitu Orang atau Badan
yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh
manfaat atas bangunan. (Pasal 4 Ayat 1 UU PBB sama dengan Pasal 78 ayat
(1) dan (2) UU PDRD). 
Sementara untuk objek pajak sesuai
dengan:
-       UU PBB    : bumi dan/atau bangunan
 -       UU PDRD : bumi
     dan/atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
     kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
 
Keuntungan
bagi pemerintah kabupaten/kota dengan pengelolaan PBB-P2 adalah penerimaan
dari PBB 100% akan masuk ke pemerintah kabupaten/kota. Saat dikelola oleh
Pemerintah Pusat (DJP) pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan
bagian sebesar 64,8%.
Dalam
mempersiapkan diri untuk mengelola PBB-P2, kabupaten/kota dapat berpedoman
pada Undang-Undang PDRD dan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan
Persiapan Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah.
Selain itu
Direktur Jenderal Pajak juga telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan PBB
Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah
Hal itu juga
menyangkut tugas dan tanggungjawab kabupaten/kota dalam
rangka persiapan pengalihan PBB-P2 dimana pemda harus menyiapkan:
-       Perda, Perkepda,
     dan SOP
 -       Sumber Daya
     Manusia
 -       Struktur
     organisasi dan tata kerja
 -       Sarana dan
     prasarana
 -       Pembukaan rekening
     penerimaan
 -       Kerja sama dengan
     pihak-pihak terkait (notaris/PPAT, BPN, dll)
 
Pemda
dapat mengadopsi banyak hal dari DJP terkait pengelolaan pajak,
antara lain:
-       Tarif efektif,
     sistem administrasi PBB (pendataan, penilaian, penetapan, dll.)
 -       Kebijakan/peraturan
     dan SOP pelayanan 
 -       Keahlian SDM
     (melalui pelatihan)
 -       Sistem manajemen
     informasi objek pajak, dll.
 
Selain itu, pemda juga perlu memperhatikan beberapa
hal dalam mengelola PBB-P2, yaitu:
-       Kebijakan NJOP
     agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan, dan keseimbangan antar
     wilayah
 -       Kebijakan tarif
     PBB, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat
 -       Menjaga kualitas
     pelayanan kepada WP
 -       Akurasi data
     subjek dan objek pajak dalam SPPT tetap terjaga
 
Dengan pengalihan PBB-P2 ini pemda akan memiliki
banyak peluang yang dapat diperoleh, seperti:
-       Penyeimbangan kepentingan
     budgeter dan reguler karena diskresi kebijakan ada di kabupaten/kota.
 -       Penggalian potensi
     penerimaan yang lebih optimal karena jaringan birokrasi yang lebih
     luas
 -       Peningkatan
     kualitas pelayanan kepada WP
 -       Peningkatan
     akuntabilitas penggunaan penerimaan PBB
 
Meskipun pengalihan PBB-P2 akan
menimbulkan banyak manfaat, tetapi terdapat beberapa tantangan yang akan
dihadapi dalam pengalihan tersebut, antara lain:
-       Kesiapan
     kabupaten/kota pada masa awal pengalihan yang belum optimal, sehingga
     dapat berdampak pada penurunan pelayanan, penerimaan, dll.
 -       Kesenjangan
     (disparitas) kebijakan PBB-P2 antar kabupaten/kota
 -       Hilangnya potensi
     penerimaan bagi provinsi (16,2%) dan hilangnya potensi penerimaan
     insentif PBB khususnya bagi kabupaten/kota yang potensi PBB-P2-nya
     rendah
 -       Beban biaya
     pemungutan PBB-P2 yang cukup besar.
 
Sehingga
pemerintah pusat perlu memberikan standar yang bisa menjadi tolak ukur keberhasilan pengalihan PBB-P2, meliputi:
-       Proses pengalihan
     berjalan lancar dengan biaya yang minimal
 -       Stabilitas
     penerimaan PBB-P2 tetap terjaga dengan tingkat deviasi yang dapat
     diterima
 -       WP tidak merasakan
     adanya penurunan pelayanan