Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan
Perkotaan (P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan masih
dikenakan Pajak Pusat paling lambat sampai dengan 31 Desember 2013 sampai ada
ketentuan Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan
Perdesaan dan Perkotaan yang diberlakukan di daerah masing-masing.
PBB yang dialihkan menjadi Pajak Kabupaten/Kota
hanya PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2), sementara PBB sektor Perkebunan,
Perhutanan dan Pertambangan (P3) masih tetap menjadi Pajak Pusat.
Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi
dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi
atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan.
Dalam UU PBB dikenakan untuk semua sektor:
- Bumi : Permukaan
bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut
wilayah kabupaten/kota.
- Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau
laut.
Sementara itu
objek pajak yang tidak dikenakan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah objek yang
:
a.
Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk
penyelenggaran pemerintahan;
b.
Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah
sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.
c.
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau
yang sejenis dengan itu.
d.
Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara
yang belum dibebani suatu hak.
e.
Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
f.
Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Subjek Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
·
mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau;
·
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;
·
memiliki bangunan, dan/atau;
·
menguasai bangunan, dan/atau;
·
memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan
yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat
atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan.
Dasar
pengenaan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”.
NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun kecuali untuk objek pajak tertentu dapat
ditetapkan osetiap tahun sesuai perkembangan wilayah. Penetapan besarnya NJOP
dilakukan oleh Kepala Daerah.
Berikut
adalah tabel rangkuman perbedaan UU PBB dan UU PDRD
Materi
|
UU
PBB
|
UU
PDRD
|
Subjek
|
Orang
atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau
memanfaatkan atas bangunan
|
Tidak
ada perubahan
|
Tarif
|
Tunggal
0,5%
|
Paling
tinggi 0,3%
|
NJKP
|
20%
s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%)
|
Tidak
ada
|
NJOPTKP
|
Paling
tinggi Rp12.000.000 per Wajib Pajak
|
Paling
rendah Rp10.000.000 per Wajib Pajak
|
PBB
Terutang
|
0,5%
x 20% x (NJOP-NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
|
0,3%
(maksimal) x (NJOP-NJOPTKP)
|
No comments:
Post a Comment