Sir
Issac Newton (25 Desember 1642–20
Maret 1727) adalah seorang ilmuwan polimath[1]
asal Inggris yang mendalami fisika, matematika, astronomi, filsafat alam,
alkemi, dan teologi, yang oleh sebagian orang didaulat sebagai “ilmuwan paling
besar dan paling berpengaruh di sepanjang zaman”. Dalam monografnya yang sangat
terkenal “Philosophiæg Naturalis Principia Mathematica”, yang
dipublikasikan pada tahun 1687, memaparkan dasar bagi sebagian besar mekanika
klasik. Dalam karyanya ini, Newton menjelaskan hukum gravitasi universal dan tiga
hukum tentang gerakan, yang mendominasi pandangan ilmiah terhadap dunia fisik
selama tiga abad berikutnya. Newton menunjukkan bahwa gerakan dari sebuah objek
di bumi dan objek di luar angkasa diatur oleh hukum fisika yang sama, dengan
mendemonstrasikan konsistensi antara Hukum Kepler tentang gerakan planet dan
teori garvitasi yang diusulkannya, yang lantas menghilangkan keraguan terakhir
mengenai paham heliosentrisme.
Sebagai seorang Kristen yang taat, Newton tak kalah
bersemangatnya untuk menjauhkan Kristen dari misteri, seperti para ilmuwan
religius di zamannya. Titik berangkatnya adalah dari mekanika, bukan
matematika, karena seorang ilmuwan harus belajar menggambar sebuah lingkaran
secara akurat sebelum dia dapat mempelajari geometri. Jika Rene Descartes
(1596-1650), ilmuwan Katolik yang lebih awal dari Newton, menemukan bukti
dengan urutan diri, Tuhan, dan alam, Newton justru mengawalinya dengan upaya
menjelaskan alam fisik, yang di dalam sistemnya Tuhan merupakan bagian yang
esensial.
Principia
secara umum
dianggap sebagai salah satu buku sains alam semesta terpenting yang pernah
ditulis. Dalam karya ini, Newton ingin
menggambarkan hubungan antara berbagai benda langit dan bumi secara matematis
untuk memperoleh sebuah sistem yang koheren dan komprehensif. Gaya gravitasi,
yang diperkenalkan Newton, mempersatukan komponen-komponen yang membentuk
sistemnya. Penemuan Newton tentang
gravitasi diserang oleh beberapa ilmuwan yang menuduh Newton kembali pada
gagasan Aristoteles tentang daya tarik materi. Pandangan tersebut dinilai tidak
sejalan dengan gagasan Protestan tentang kekuasaan mutlak Tuhan. Newton menolak
hal ini: Tuhan yang berdaulat berkedudukan sentral di dalam seluruh sistem yang
dibangunnya, karena tanpa adanya Mekanik ilahiah seperti itu sistem tersebut
tidak akan pernah ada.
Newton tidak tertarik untuk mengkaji misteri, yang
dipersamakannya dengan kebodohan dan takhayul. Dia sangat berkeinginan untuk
membersihkan Kristen dari hal-hal yang
berbau mukjizat, meski itu membuatnya bertentangan dengan doktrin krusial
seperti ketuhanan Yesus. Selama tahun 1670-an, dia memulai sebuah studi
teologis serius tentang doktrin Trinitas dan tiba pada kesimpulan bahwa doktrin
itu diselundupkan ke dalam Gereja oleh Athanasius untuk mencari muka
orang-orang pagan yang baru menganut Kristen. Arius adalah pihak yang benar:
Yesus pasti bukan Tuhan, dan bagian-bagian Perjanjian Baru yang dipakai
untuk “membuktikan” kebenaran doktrin Trinitas dan Inkarnasi adalah palsu.
Athanasius dan kawan-kawannya telah membuat dan menambahkan bagian-bagian itu
ke dalam kanon kitab suci, agar mendukung fantasi-fantasi primitif kasar yang
menarik massa. Menghilangkan omong-kosong ini dari Kristen menjadi obsesi
Newton. Pada awal 1680-an, beberapa waktu menjelang penerbitan Principia,
Newton mulai mengerjakan sebuah risalah yang dia sebut The Philosophical
Origins of Gentile Theology. Risalah ini berpendapat bahwa Nabi Nuh telah
menegakkan agama primordial, sebuah teologi non-Yahudi, yang bebas dari
takhayul dan mengajarkan penyembahan rasional terhadap satu Tuhan. Satu-satunya
perintah adalah mencintai Tuhan dan mencintai tetangga. Manusia diperintahkan
untuk berkontemplasi tentang Alam, satu-satunya kuil bagi Tuhan yang agung.
Generasi- generasi berikutnya telah merusak agama murni ini, dengan
cerita-cerita tentang mukjizat dan dongeng-dongeng. Sebagian di antara mereka
terpuruk kembali ke dalam penyembahan berhala dan takhayul. Namun, Tuhan telah
mengirimkan nabi-nabi untuk meluruskan jalan mereka. Pythagoras telah
mempelajari agama ini dan membawanya ke Barat. Yesus adalah salah seorang di
antara para nabi itu yang diutus untuk menyerukan manusia agar kembali kepada
kebenaran, tetapi agama murni Yesus telah dirusak oleh Athanasius dan
kelompoknya. Kitab Wahyu telah meramalkan bangkitnya Trinitarianisme ini, “agama
asing dari Barat,” “kultus terhadap tiga Tuhan yang setara”, sebagai
pembinasa keji.[]
No comments:
Post a Comment